OBESITAS DAN HIPERTENSI

Oleh: dr. Arinta Setyasari
Saat ini angka kejadian obesitas ( kegemukan ) dan hipertensi ( tekanan darah tinggi ) cenderung mengalami peningkatan. Hasil survey obesitas ditemukan  64% penduduk Amerika,  50% penduduk Eropa yang tinggal di Asia, 35% penduduk Jepang & 33% penduduk Korea serta 34% dari 240 juta penduduk Indonesia mengalami obesitas.
Terdapat pengertian di kalangan masyarakat bahwa obesitas dikaitkan dengan tingkat kesejahteraan hidup yang meningkat, lambang kemakmuran bahkan keberhasilan ekonomi. Ini adalah pengertian yang salah, karena pada kenyataannya obesitas dapat mendatangkan masalah kesehatan yang tidak sedikit dan memerlukan biaya pengobatan yang tidak murah. Dalam tulisan kali ini, saya akan membahas kaitan “Obesitas dan Hipertensi”. Dengan harapan dapat memberikan tambahan wawasan dan menyumbang pemahaman baru bagi terwujudnya upaya menjaga kesehatan bagi masyarakat.
Apakah yang dimaksud dengan obesitas ? Obesitas atau kegemukan diartikan sebagai suatu keadaan dimana terjadi penimbunan lemak yang  berlebihan  di tubuh  dan dapat mengakibatkan terjadinya beberapa penyakit, antara lain : hipertensi, penyakit jantung koroner, gagal jantung kongestif, kematian mendadak akibat penyakit jantung, Stroke, diabetes, dan gagal ginjal  (Garrison et al., 1987; Mark et al., 1999a; Zhang and Reisin, 2000; Hall et al.,2002, Sowers, 2001).
Adapun penyebab obesitas dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Faktor Eksogen : Makan-minum berlebihan  dan aktivitas fisik yang kurang .
2. Faktor Endogen : genetik/herediter (keturunan), Metabolik, Endokrin (hormonal) dan Kejiwaan .
Secara umum obesitas dapat dibagi atas dua kelompok besar yaitu obesitas tipe android (tipe sentral) dan obesitas tipe ginoid. Ciri-ciri obesitas tipe android (tipe sentral) yaitu bentuk badan gendut seperti gentong, perut membuncit ke depan, dan lebih banyak terdapat pada kaum pria. Tipe obesitas ini cenderung menimbulkan penyakit jantung koroner, diabetes, dan stroke. Sedangkan obesitas tipe ginoid lebih banyak pada kaum wanita dengan ciri-ciri panggul dan pantatnya besar, terutama yang telah masuk masa menopause.
Tentunya kita perlu mengetahui, kapan seseorang disebut kurus, memiliki tubuh ideal atau gemuk. Caranya adalah dengan menghitung Index Massa Tubuh ( IMT ) yang dalam bahasa Inggris kita kenal dengan istilah BMI ( Body Mass Index ).  Rumus IMT = Berat Badan : Tinggi Badan2 . Contoh penghitungan IMT, Nona Khansa memiliki BB = 50 kg dan TB = 160 cm maka cara menghitungnya adalah  IMT = 50/(160/100)2 = 50/2,56 = 19,53 à Nona Khansa memiliki IMT 19,53. Klassifikasi IMT :
KLASIFIKASI
IMT (kg/m2)
BB kurang
< 18,5
BB normal
18,5 – 22,9
BB lebih
23
Preobesitas
23 – 24,5
Obesitas I
25 – 29,9
Obesitas II
> 30
Pengukuran antropometri lain yang sering digunakan adalah mengukur rasio Lingkar perut dan Lingkar Pinggang (RLPP). Pada wanita RLPP yang disarankan < 0,8 sedangkan pada laki-laki < 1. Penilaian RLPP ini cukup penting karena untuk mengetahui risiko menderita penyakit jantung. Seseorang dengan RLPP > 0,8 pada wanita dan > 1 pada laki-laki mempunyai risiko menderita penyakit jantung lebih besar dari yang RLPP nya dibawah ambang batas.
Pengukuran lain yang dapat dilakukan untuk menilai apakah seseorang tersebut kurus menderita kurang gizi, normal atau gemuk, dengan mengukur Lingkar lengan kiri atas (Lila). Biasanya dilakukan pada wanita usia 15 – 45 tahun. Bila Lila < 23,5 cm, wanita tersebut menderita Kurang Energi Kronis (KEK).
Seperti telah disebutkan di atas tadi, tulisan kali ini khusus membahas kaitan obesitas dan hipertensi. Mengapa obesitas dapat mengakibatkan hipertensi ? Ada beberapa dugaan yang diteliti, antara laian : hubungan obesitas dan area permukaan filtrasi glomerulus, obesitas berhubungan dengan intoleransi insulin, obesitas dan katekolamin, peran leptin peningkatan RAAS.

1. Obesitas dan area permukaan filtrasi glomerulus :
Brenner dkk mengatakan bahwa hipertensi timbul karena permukaan filtrasi glomerulus renal berkurang yang menyebabkan retensi natrium renal dan berlanjut menjadi hipertensi sistemik,. Mengapa demikian ? Hal ini dapat terjadi pada seseorang yang mempunyai area permukaan tubuh kurang secara congenital kemudian dia mengalami kenaikan berat badan yang otomatis menaikkan massa tubuh tapi dengan area filtrasi glomerulus yang tetap maka akan terjadi retensi natrium, hal ini menerangkan mengapa sebagian pasien obesitas menjadi hipertensi sedangkan yang lainnya tidak.  Dengan menurunkan berat badan diharapkan terjadi penyesuaian dengan permukaan filtrasi glomerulus di ginjal, dengan kata lain menurunkan berat badan akan menurunkan hipertensi sistemik.

2. Obesitas dan intoleransi insulin :
Hiperinsulinemia dipertimbangkan sebagai factor penting mengapa obesitas memicu terjadinya hipertensi. Hal ini disebabkan karena obesitas menyebabkan kenaikan kadar insulin yang berperan pada metabolism gula darah dan asam lemak, disamping itu ternyata Insulin meningkatkan reabsorpsi natrium pada tubulus renal sehingga terjadi retensi Natrium yang berakibat hipertensi. (DeFronzo et al., 1975; Rocchini et al., 1990,1996; Gupta et al., 1992; Hall et al., 1993b; Bjorntorp and Rosmond, 2000). Tingginya kadar asam lemak bebas memicu terjadinya hipertensi melalui mekanisme peningkatan aktivitas simpatis atau peningkatan respon simpatis pembuluh darah. (Stepniakowski et al., 1995; Grekin et al., 1997)

3. Peran Leptin :
Leptin adalah sebuah rangkaian 167 asam amino peptide dari beberapa penelitian yang dilakukan diketahui bahwa Leptin  berperan pada sindrom obesitas dan hipertensi. Leptin disekresi oleh jaringan lemak putih dan berkorelasi dengan terjadinya penimbunan lemak tubuh di mana kadar leptin ini meningkat pada individu yang mengalami obesitas. : Leptin yang diketemukan oleh Zhang dan Friedman pada tahun 1994, dihasilkan oleh adiposit dan berhubungan dengan obesitas. Pada hewan coba, selain mempengaruhi homeostasis berat badan, leptin juga mempengaruhi metabolisme lipid pada jaringan perifer, seperti lipolisis dan lipogenesis. Peningkatan lipolisis dan penurunan lipogenesis menyebabkan peningkatan asam lemak bebas, yang kemudian diikuti oleh peningkatan konsentrasi trigliserida. Pada saat konsentrasi trigliserida tinggi, terjadi pembentukan small dense LDL, yang merupakan komponen dari dislipidemia aterogenik, terutama pada individu obes
.Dikatakan bahwa leptin dapat menembus sawar otak melalui proses endositosis dan apabila berikatan dengan reseptornya maka akan bersifat sebagai penghambat nafsu makan. Pada individu obesitas, Leptin ini dianalisa secara genetika ternyata mengalami mutasi sehingga berperan sebaliknya dan bahayanya ternyata aktivitas leptin ini memicu aktivitas simpatis pada kelenjar adrenal ginjal dan jaringan lemak coklat sehingga terjadi retensi Natrium dengan akibat terjadi peningkatan tekanan darah.

4. Peningkatan Peran Renin Angiotensin Aldosteron Sistem pada Obesitas :
Sowers dkk menemukn bahwa pada seeorang yang mengalami obesitas terjadi pengingkatan kadar plasma norepnefrin, epinefrin dan aktivitas plasma rennin yang tinggi. Dengan penurunan berat ternyata terjadi penurunan Aktivitas Plasma Renin sebanyak ± 50% yang berpengaruh pada penurunan tekanan darah.
Mengingat peran obesitas yang cukup penting pada terjadinya hipertensi maka diperlukan strategi pemulihan obesitas atau usaha untuk menurunkan berat badan, antara lain :
1. Mulailah dengan niat.
2. Pengaturan nutrisi dan pola makan merupakan jalan terbaik àpola makan berpedoman pada DASH ( Dietary Approaches to Stop Hypertension ).
3. Perbanyak aktivitas fisik
4. Modifikasi pola hidup dan perilaku
5. Buat target jangka pendek dan jangka panjangà penurunan BB 0,5 kg/minggu atau jangka panjang adalah penurunan 10% BB dan mengecilkan lingkar perut.
Diharapkan dengan usaha ini, berbagai hal yang merugikan akibat obesitas dapat diatasi. Semoga tulisan ini bermanfaat.
Category: Uncategorized
You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. Both comments and pings are currently closed.

Comments are closed.