SEKS PASCA SERANGAN JANTUNG : TAK DILARANG, ATAU PANTANG???

Oleh: dr. Lowry

Penyakit jantung koroner merupakan penyebab kematian tersering di seluruh dunia, yakni sebesar 12 juta kematian pertahun. Untuk itu segala pihak yang terkait berupaya untuk membentuk sistem penanggulangan, mulai dari preventif dan promotif (pinformasi dan pencegahan), kuratif (pengobatan) dan rehabilitatif (pemulihan). Rehabilitasi menjadi bagian yang tak kalah penting karena tujuan utamanya adalah untuk mengembalikan fungsional pasien paling tidak mendekati fungsinya sebelum terkena serangan jantung.

Upaya rehabilitasi itu sendiri mencakup banyak faktor. Salah satu hal yang termasuk penting, namun kenyataannya sering malu ditanyakan oleh pasien atau dibahas oleh dokter maupun petugas kesehatan lain adalah menyangkut aktifitas seksual dari pasien maupun pasangannya (suami/istri). Padahal kepuasan dalam hal aktifitas seksual turut menunjang perbaikan kualitas hidup dari seorang pasien.


Kadangkala keengganan untuk membicarakan hal mengenai aktifitas seksual yang boleh dilakukan oleh pasien pasca serangan jantung ini dapat muncul baik pada petugas kesehatan maupun pasien itu sendiri.

Pasien pasca serangan jantung memiliki beberapa kekhawatiran mengenai aktifitas seksual, antara lain :

  • Masalah psikologis, seperti : cemas, ketakutan akan timbul nyeri dada maupun sesak, takut akan kematian, kekhawatiran akan efek obat terhadap fungsi seksual, menurunnya rasa percaya diri
  • Dari pasangan : overprotektif (takut menyakiti pasangannya yang sakit), kurangnya komunikasi.
  • Masalah pada pria : menurun/tiada gairah, kesulitan ereksi, priapismus, ejakulasi dini.
  • Masalah pada wanita : menurunnya daya lubrikasi, menurun/tiada gairah, tidak mampu orgasme.

Menurut penelitian Steinke (2003), kekhawatiran terbesar adalah overprotektif dari pasangan (56%) dan disfungsi ereksi (57%).

Berikut adalah mitos/ kesalahpahaman yang terjadi dalam masyarakat, dan pemahaman yang benar menurut medis :

  1. Membicarakan masalah seksualitas (dengan pasangan yang sah) adalah tabu. Yang benar : seksualitas yang baik akan memberi energy dan meningkatkan kualitas hidup.
  2. Orangtua dengan penyakit jantung tidak tertarik dengan informasi mengenai aktifitas seksual. Yang benar : pada dasarnya usia tidak berpengaruh. Penelitian terhadap pasien jantung menunjukkan bahwa yang berusia lebih tua dan tetap beraktifitas seksual dapat mencapai usia 80 tahun.
  3. Aktifitas seksual pasca serangan jantung sering memicu kematian mendadak. Yang benar : Penelitian Frammingham menunjukkan bahwa aktifitas seksual berisiko rendah terhadap kejadian serangan jantung.

Sebagai contoh, laki-laki usia 50 tahun sehat dan rutin berolahraga memiliki risiko absolute terkena seranagn jantung sebesar 1:1000.000/jam. Bila laki-laki ini berhubungan seksual, maka risikonya meningkat 2xlipat menjadi 2:1000.000/jam. Bila seorang pasien pasca serangan jantung mengikuti program rehabilitasi risiko absolute untuk berulang serangan jantung adalah 10:1000.000/jam, dan dengan beraktifitas seksual risikonya meningkat 2x menjadi


DeBusk tahun 2003 meneliti bahwa, “angina de amour” atau nyeri dada yang terjadi beberapa menit atau jam sesudah beraktifitas seksual presentasi kejadiannya adalah <5% dari seluruh kejadian serangan jantung.
20:1000.000/jam.

  • Disfungsi ereksi selalu disebabkan oleh masalah psikologis.

Yang benar : Angka kejadian disfungsi ereksi adalah 10% diantara semua pria dewasa. Dan penyebab terseringnya adalah vasculogenic erectile dysfunction yang terjadi akibat aterosklerosis (pengapuran pada pembuluh darah).

  • Impotensi selalu terjadi bila satu pihak dari pasangan memiliki penyakit jantung.

Yang benar : Baik pria maupun wanita tetap dapat beraktifitas seksual dengan baik pasca serangan jantung. Dan sangat tidak dianjurkan mengkonsumsi obat-obatan peningkatan stamina dan lain sebagainya.

  • Butuh waktu berminggu-minggu sampai akhirnya pasien pasca serangan jantung boleh beraktifitas seksual kembali.

Yang benar :bukan masalah waktu, namun masalah kemampuan. Energi yang terpakai dalam sistem kardiovaskular sering diukur dalam METS (metabolic equivalent). Energi untuk beraktifitas seksual adalah sebesar 5 METS, sedangkan selama fase pre dan post orgasme diperkirakan sekitar 3.7 METS. Ini semua sebanding dengan berjalan pada treadmill dengan kecepatan 3-4 mil/jam, atau sekitar 5-6 METS. Analogi yang lebih mudah yakni bahwa, energi sebesar 5-6 METS setara dengan menaiki tangga sebanyak 2 lantai dengan kecepatan 20 langkah/ 10 detik. Sehingga patokan yang dapat digunakan adalah, apabila pasien pasca serangan jantung mampu menaiki tangga sebanyak 2 lantai dengan

kecepatan 20 langkah/ 10 detik maka dianggapsudah mampu untuk kembali beraktifitas seksual dengan pasangannya yang resmi.

  • Lebih aman untuk pasien mengambil posisi di bawah dalam beraktifitas seksual.

Yang benar : yang penting adalah dengan cara yang sudah terbiasa dilakukan.

Aktifitas seksual pasca serangan jantung merupakan salah satu komponen penunjang meningkatnya kualitas hidup psien. Oleh karena itu, baik petugas kesehatan maupun pasien (dan pasangannya) harus terbuka untuk membicarakan hal ini, sehingga pasien memperoleh pemahaman yang benar demi keamanan dan kenyamanan pasien.

DAFTAR PUSTAKA

  1. Perk J, et al. Sexual Couns
    eling of the Cardiac Patient. Cardiovascular Prevention  and Rehabilitation. 2007; 343-336.
  2. Levine GN, et al. Sexual Activity and Cardiovascular Disease : a Scientific Statement from the American Heart Association. Circulation. 2012; 125: 158-1072.
  3. Van de Werf F, et al. Management of Acute Myocardial Infarction in Patients with persistent ST segment elevation. European Heart Journal. 2008;29: 2909-2945.
  4. Froelicher ES, et al. Return to work, sexual activity, and other activities after acute myocardial infarction. Heartlung. 1994; 23(5):423-35

 

Category: Uncategorized
You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. Both comments and pings are currently closed.

Comments are closed.